Kisah Perang Mu’tah; Taktik, Penyebab, dan Kronologinya

- Penulis

Sabtu, 15 November 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mustaqim.NET Perang pada masa baginda Nabi Muhammad ﷺ yang heroik adalah perang Mu’tah. Perang ini melibatkan tiga ribu orang Islam melawan dua ratus ribu pasukan Romawi. Dari pasukan yang tidak sebanding itu, umat Islam bisa memukul mundur pasukan Romawi yang lima puluh kali lipatnya pasukan Islam. Selain itu, sahabat Rasulullah yang mati syahid dalam perang mu’tah hanya 12 orang saja.

Nabi Muhammad ﷺ memang tidak secara langsung terjun dalam peperangan ini. Dari sana, peristiwa ini bukan tergolong perang (ghazwu) melainkan ekspedisi (sariyah). Dengan arti, beliau mengutus sahabatnya untuk memimpin dalam ekspedisi ini.

Tiga sahabat dekatnya untuk memimpin pasukan ini secara bergiliran. Terebutlah Zaid bin Haritsah, maula lin-naby, pelayan baginda Nabi yang beliau anggap sebagai anak sendiri. Berikutnya Ja’far bin Abi Thalib, sepupu baginda Nabi. Kemudian Abdullah bin Rawahah, seorang ksatria dan penyair, bahkan menguasai dunia kepenulisan semejak belum masuk Islam. Baginda Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

أَمِيرُ النَّاسِ زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ، فَإِنْ قُتِلَ فَجَعْفَرُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، فَإِنْ قُتِلَ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ، فَإِنْ قُتِلَ فَلْيَرْتَضِ الْمُسْلِمُونَ مِنْهُمْ رَجُلًا فَلْيَجْعَلُوهُ عَلَيْهِمْ.

“Amir (pemimpin/komandan) orang-orang (pasukan) adalah Zaid bin Haritsah. Jika ia terbunuh, maka (gantinya) adalah Ja’far bin Abi Thalib. Jika ia terbunuh, maka (gantinya) adalah ‘Abdullah bin Rawahah. Jika ia (juga) terbunuh, maka hendaklah kaum Muslimin memilih dengan kerelaan dari antara mereka seorang laki-laki, lalu mereka menjadikannya pemimpin atas mereka.”

Sebab Perang Mu’tah Melawan Pasukan Romawi

Penyebab utama dari terjadinya perang Mu’tah melawan pasukan Romawi adalah Sahabat Harits bin ‘Umair Al-Azdi, utusan Nabi Muhammad ﷺ untuk mengirimsurat kepada Penguasa Bushra, dihadang oleh Syarahbil bin ‘Amr Al-Ghassani, gubernur Romawi di Al-Balqa’ dari wilayah Syam. Syarahbil mengikat Sahabat Harits, dan dibawa kepada kaisar dan membunuhnya. Dalam ar-Rahiq al-Makhtum, disebutkan:

وَكَانَ قَتْلُ السُّفَرَاءِ وَالرُّسُلِ مِنْ أَشْنَعِ الْجَرَائِمِ، يُسَاوِي بَلْ يَزِيْدُ عَلَى إِعْلَانِ حَالَةِ الْحَرْبِ، فَاشْتَدَّ ذٰلِكَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ نُقِلَتْ إِلَيْهِ الْأَخْبَارُ، فَجَهَّزَ إِلَيْهِ جَيْشًا قِوَامُهُ ثَلَاثَةُ آلَافِ مُقَاتِلٍ، وَهُوَ أَكْبَرُ جَيْشٍ إِسْلَامِيٍّ، لَمْ يَجْتَمِعْ قَبْلَ ذٰلِكَ إِلَّا فِي غَزْوَةِ الْأَحْزَابِ.

“Membunuh duta (diplomat) dan utusan adalah salah satu kejahatan yang paling keji, setara bahkan lebih dari sekadar mengumumkan status perang. Hal itu sangat mengejutkan Rasulullah ﷺ ketika berita itu sampai kepadanya, hingga beliau menyiapkan pasukan berkekuatan tiga ribu (3.000) prajurit, dan itu adalah pasukan Islam terbesar yang belum pernah terkumpul sebelumnya, kecuali pada Perang Al-Ahzab (Khandaq).”

Bahkan utusan Rasulullah, tidak pernah diperlakukan demikian keji selain Harits bin Umair. Dalam Fiqhus-Sirah dijelaskan:

وَسَبَبُهَا مَا ذَكَرْنَاهُ مِنْ مَقْتَلِ الْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ الْأَزْدِيِّ، رَسُولِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَلِكِ بُصْرَى، وَلَمْ يُقْتَلْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولٌ غَيْرُهُ.

“Sebab (perang) tersebut adalah apa yang telah kami sebutkan, yaitu terbunuhnya Al-Harits bin ‘Umair Al-Azdi, utusan Rasulullah ﷺ kepada Raja Bushra. Dan tidak ada utusan Rasulullah ﷺ yang terbunuh selain dia.”

Penjelasan tersebut tentu cukup untuk menjawab pertanyaan para pelajar sejarah yang berupa: sebutkan sebab-sebab terjadinya perang Mu’tah melawan pasukan Romawi. Kita lanjut kepada cerita betapa heroiknya perang Mu’tah ini.

Tangis Haru dalam Pelepasan Pasukan Perang

Ketika Nabi Muhammad ﷺ memercayakan bendera Islam yang berwarna putih kepada Zaid bin Haritsah, tiga ribu pasukan Islam siap berangkat menuju medan perang. Dalam prosesi pelepasan itu, umat Islam mengerumuni pasukan yang siap bertempur itu. Haru dan tangis memuncak. Hingga ada satu sosok yang menjadi pusat perhatian, yaitu sang penyair yang juga panglima pengganti, yakni Abdullah bin Rawahah. Ia menjadi perhatian karena juga menangis tersedu. Para sahabat bertanya, “Ma yubkik?“, apa yang membuatmu menangis?

أَمَا وَاللهِ مَا بِي حُبُّ الدُّنْيَا، وَلَا صَبَابَةٌ بِكُمْ، وَلَكِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ يَذْكُرُ فِيهَا النَّارَ

“Demi Allah, saya menangis bukan karena kecintaan pada dunia, bukan pula karena kerinduan yang mendalam kepada kalian. Akan tetapi, aku mendengar Rasulullah ﷺ membaca sebuah ayat dari Kitabullah (Al-Qur’an) yang menyebutkan tentang neraka…,” jawab Abdullah bin Rawahah seraya membaca ayat:

وَاِنْ مِّنْكُمْ اِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلٰى رَبِّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا ۚ

Tidak ada seorang pun di antaramu yang tidak melewatinya (sirat di atas neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan.

(QS. Maryam[19]: 71)

Sambil menangis, beliau mengungkapkan:

فَلَسْتُ أَدْرِي كَيْفَ لِي بِالصَّدْرِ بَعْدَ الْوُرُودِ؟

“Maka aku tidak tahu, bagaimana aku akan selamat setelah melewatinya?”

Para sahabat menenagkan beliau:

صَحِبَكُمُ اللهُ بِالسَّلَامَةِ، وَدَفَعَ عَنْكُمْ، وَرَدَّكُمْ إِلَيْنَا صَالِحِيْنَ غَانِمِيْنَ

“Semoga Allah menyertai engkau dengan keselamatan, menahan keburukan dari kalian, dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan baik dan mendapatkan harta rampasan (kemenangan).”

Lalu, Abdullah bin Rawahah melantunkan kasidah:

لَكِنَّني أَسأَلُ الرَحمَنَ مَغفِرَةً * وَضَربَةً ذاتَ فَرغٍ تَقذِفُ الزَبَدا
أَو طَعنَةً بِيَدَي حَرّانَ مُجهِزَةً * بِحَربَةٍ تُنفِذُ الأَحشاءَ وَالكَبِدا
حَتّى يُقالَ إِذا مَرّوا عَلى جَدَثي * أَرشَدَهُ اللَهُ مِن غازٍ وَقَد رَشَدا

“Namun aku memohon ampunan kepada Yang Maha Pengasih,
dan (memohon) pukulan pedang tajam yang mengeluarkan buih (darah),
Atau tusukan di tangan yang haus darah dan mematikan,
Dengan tombak yang menembus usus dan hati.
Sehingga ketika mereka melewati kuburanku, dikatakan:
‘Semoga Allah memberi petunjuk kepada tentara yang berperang,’ dan sungguh ia telah mendapat petunjuk.”

Kemudian pasukan itu pun berangkat, dan Rasulullah ﷺ keluar mengantar mereka hingga sampai di Tsaniyyat Al-Wada’, lalu beliau berdiri dan mengucapkan selamat jalan kepada mereka.

Menuju Medan Perang

Waktu itu, tidak satu pun sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang menyangka bakal menghadapi dua ratus ribu pasukan. Hingga pasukan Islam sampai ke daerah Ma’an, perbatasan wilayah Syam dengan Hijaz Utara, akhirnya mendengar kabar bahwa Heraclius, Kaisar Romawi Timur, telah tiba di Ma’ab, wilayah Al-Balqa’, bersama seratus ribu (100.000) tentara Romawi, dan telah bergabung pula dengan mereka seratus ribu (100.000) tentara dari suku-suku Lakhmi, Judzam, Balqin, dan Bahra’.

Kaum Muslimin merasa bingung dan menetap di Ma’an selama dua malam, memikirkan urusan mereka, menimbang, dan bermusyawarah. Kemudian mereka berkata:

نَكْتُبُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنُخْبِرُهُ بِعَدَدِ عَدُوِّنَا، فَإِمَّا أَنْ يُمِدَّنَا بِالرِّجَالِ، وَإِمَّا أَنْ يَأْمُرَنَا بِأَمْرِهِ فَنَمْضِي لَهُ.

‘Kita harus menulis surat kepada Rasulullah ﷺ, memberitahu beliau jumlah musuh kita, agar beliau dapat mengirim bala bantuan kepada kita, atau memberi kita perintah lain, lalu kita melaksanakannya.

Namun, Abdullah bin Ruwahah tidak setuju, seraya mengobarkan semangat pasukan Islam dengan orasinya:

يَا قَوْمِ، وَاللهِ إِنَّ الَّتِي تَكْرَهُونَ لَلَّتِي خَرَجْتُمْ تَطْلُبُونَ، الشَّهَادَةَ، وَمَا نُقَاتِلُ النَّاسَ بِعَدَدٍ وَلَا قُوَّةٍ وَلَا كَثْرَةٍ، مَا نُقَاتِلُهُمْ إِلَّا بِهٰذَا الدِّينِ الَّذِي أَكْرَمَنَا اللهُ بِهِ، فَانْطَلِقُوا، فَإِنَّمَا هِيَ إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ، إِمَّا ظُهُورٌ وَإِمَّا شَهَادَةٌ.

“Wahai kaumku, demi Allah, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai (kematian), itulah yang justru kalian cari saat keluar (dari Madinah), yaitu syahadah (mati syahid)! Kita tidak memerangi manusia karena jumlah, kekuatan, atau banyaknya (pasukan). Kita memerangi mereka hanya dengan agama ini yang telah dimuliakan Allah dengan itu. Maka berangkatlah! Karena hasilnya hanyalah salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau mati syahid.”

Akhirnya para pasukan membulatkan tekad maju ke medan perang.

Setelah pasukan Islam menghabiskan dua malam di Ma’an, mereka kemudian bergerak menuju wilayah musuh hingga mereka bertemu dengan pasukan besar Heraclius di sebuah desa di Al-Balqa’ yang disebut Masyaarif.

Kemudian musuh mendekat, dan kaum Muslimin bergeser menuju Mu’tah, lalu mereka mendirikan markas di sana, dan menyusun barisan untuk pertempuran. Mereka menempatkan Quthbah bin Qatadah Al-‘Udzri di sayap kanan dan ‘Ubadah bin Malik Al-Anshari di sayap kiri.”

Di Mu’tah, kedua pasukan bertemu, dan dimulailah pertempuran yang sengit. Tiga ribu menghadapi serangan dua ratus ribu prajurit. Ini adalah pertempuran yang menakjubkan yang disaksikan dunia dengan keheranan dan kebingungan. Namun, sebagaimana kata pepatah:

إِذَا هَبَّتْ رِيحُ الْإِيْمَانِ جَاءَتْ بِالْعَجَائِبِ

jika angin keimanan berhembus, maka ia akan membawa keajaiban.

Kisah Syahid Sahabat dan Kekasih Nabi ﷺ Zaid bin Haritsah

Zaid bin Haritsah, kekasih Rasulullah ﷺ, mengambil bendera, dan beliau mulai bertempur dengan keganasan yang luar biasa, serta keberanian yang tidak ada tandingannya kecuali pada pahlawan-pahlawan Islam yang sepertinya. Beliau terus bertempur dan bertempur hingga tubuhnya tertembus tombak kaum musuh, lalu tersungkur sebagai syahid.

Kisah Syahid Sahabat dan Sepupu Nabi ﷺ Ja’far bin Abi Thalib

Setelah itu, Ja’far bin Abi Thalib mengambil bendera. Beliau berjuang dengan perjuangan yang tak tertandingi. Ketika pertempuran telah membebankannya, beliau melompat turun dari kuda betinanya yang berwarna kemerahan, kemudian bertempur sampai melantunkan syair:

يَا حَبَّذَا الْجَنَّةُ وَاقْتِرَابُهَا
طَيِّبَةٌ وَبَارِداً شَرَابُهَا
وَالرُّومُ رُوْمٌ قَدْ دَنَا عَذَابُهَا
كَافِرَةٌ بَعِيْدَةٌ أَنْسَابُهَا
عَلَيَّ إِذْ لَاقَيْتُهَا ضِرَابُهَا

Alangkah indahnya Surga dan kedekatannya,
Yang lezat dan dingin air minumnya,
Dan Romawi, Romawi, azabnya telah mendekat,
Kafir, jauh nasab-nasabnya (dari kebenaran),
Atas diriku, jika aku menghadapinya, untuk memukulnya (dengan pedang).

Saat caruk-maruk peperangan terjadi, tangan kanan Sayyidina Ja’far bin Abi Thalib putus. Beliau lalu mengambil bendera dengan tangan kirinya dan terus memegangnya hingga tangan kirinya pun terputus. Maka beliau memeluk bendera itu dengan kedua lengan atasnya, dan terus mengangkatnya hingga gugur.

Seorang Romawi memukulnya dengan satu pukulan yang membelahnya menjadi dua. Allah memberikan ganti baginya dua sayap di Surga, yang dengannya ia terbang ke mana saja ia kehendaki. Oleh karena itu, beliau dijuluki Ja’far At-Thayyar (Ja’far Sang Penerbang), atau Ja’far Dzul Janahain (Ja’far Pemilik Dua Sayap).

Al-Bukhari meriwayatkan dari Nafi’:

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ وَقَفَ عَلَى جَعْفَرٍ يَوْمَئِذٍ وَهُوَ قَتِيلٌ، فَعَدَدْتُ بِهِ خَمْسِينَ بَيْنَ طَعْنَةٍ وَضَرْبَةٍ، لَيْسَ مِنْهَا شَيْءٌ فِي دُبُرِهِ. يَعْنِي ظَهْرَهُ

“Bahwa Ibnu Umar mengabarkan kepadanya bahwa ia berdiri di dekat Ja’far pada hari itu saat beliau terbunuh, dan ia menghitung di tubuhnya lima puluh (luka) antara tusukan dan pukulan, dan tidak ada satu pun yang mengenainya di bagian punggungnya.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata:

كُنْتُ فِيهِمْ فِي تِلْكَ الْغَزْوَةِ، فَالْتَمَسْنَا جَعْفَرَ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَوَجَدْنَاهُ فِي الْقَتْلَى، وَوَجَدْنَا مَا فِي جَسَدِهِ بِضْعًا وَتِسْعِينَ مِنْ طَعْنَةٍ وَرَمْيَةٍ

“Aku bersama mereka dalam peperangan itu, lalu kami mencari Ja’far bin Abi Thalib dan kami menemukannya di antara yang gugur. Kami mendapati di tubuhnya sembilan puluh lebih (luka) tusukan dan lemparan (anak panah).”

Dalam riwayat Al-‘Umari dari Nafi’ ada tambahan:

فَوَجَدْنَا ذٰلِكَ فِيمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ

“Dan kami mendapati luka-luka itu pada bagian depan tubuhnya.”

Ini menunjukkan keberaniannya karena selalu menghadap musuh, tidak pernah memungkurinya.

Kisah Syahid Abdullah bin Rawahah

Ketika Ja’far terbunuh setelah bertarung dengan keganasan dan keberanian tersebut, Abdullah bin Rawahah mengambil bendera. Beliau maju dengan bendera itu sambil menunggangi kudanya, lalu beliau mulai memaksakan dirinya turun dan sempat ragu sedikit hingga ia menyingkir sejenak, kemudian ia berkata (dalam bentuk rajaz/syair pendek):

أَقْسَمْتُ يا نَفْسُ لَتَنْزِلِنَّهْ
طائِعَةً أَوْ لا لَتُكْرَهِنَّهْ
إِنْ أَجْلَبَ النَّاسُ وَشَدُّوا الرَّنَّةْ
ما لِي أَراكِ تَكْرَهِينَ الْجَنَّةْ
قَدْ طالَما قَدْ كُنْتِ مُطْمَئِنَّةْ
هَلْ أَنْتِ إِلَّا نُطْفَةٌ فِي شَنَّةْ
جَعْفَرُ ما أَطْيَبَ رِيحَ الْجَنَّةْ

Aku bersumpah wahai jiwa, kamu pasti akan turun (bertempur),
Baik engkau taat (sukarela) atau dipaksa,
Walaupun orang-orang telah berseru (perang) dan mengeraskan teriakan,
Mengapa aku melihatmu membenci Surga?
Padahal, sudah begitu lama kamu berada dalam ketenangan (kenyamanan).
Bukankah engkau hanyalah setetes air (mani) di dalam kantong kulit (rahim)?
Wahai Ja’far, sungguh harumnya aroma Surga!

Kemudian beliau turun. Seorang sepupunya datang membawa sepotong daging dan berkata:

شُدَّ بِهٰذَا صُلْبَكَ، فَإِنَّكَ قَدْ لَقِيتَ فِي أَيَّامِكَ هٰذِهِ مَا لَقِيتَ،

“Kuatkanlah punggungmu dengan ini, karena engkau telah mengalami banyak hal pada hari-hari ini.”

Beliau mengambilnya dari tangannya, menggigitnya sekali, kemudian membuangnya dari tangannya, lalu mengambil pedangnya dan maju, bertempur hingga terbunuh (syahid).

Taktik Khalid bin Walid Memenangkan Perang Mu’tah

Pada saat itu, Tsabit bin Arqam, seorang laki-laki dari Bani ‘Ajlan, mengambil bendera, dan berkata,

يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، اصْطَلِحُوا عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ،

“Wahai sekalian kaum Muslimin, sepakatilah seorang laki-laki dari kalian?”

Mereka berkata, “Engkau saja.”

Dia menjawab,

مَا أَنَا بِفَاعِلٍ

“Aku tidak akan melakukannya.”

Kaum Muslimin pun sepakat menunjuk Khalid bin Walid. Ketika ia mengambil bendera, ia bertempur dengan perjuangan yang sengit. Al-Bukhari meriwayatkan dari Khalid bin Walid, ia berkata:

لَقَدِ انْقَطَعَتْ فِي يَدَيَّ يَوْمَ مُؤْتَةَ تِسْعَةُ أَسْيَافٍ، فَمَا بَقِيَ فِي يَدَيَّ إِلَّا صَفِيحَةٌ يَمَانِيَةٌ

“Sembilan pedang patah di tanganku pada hari Mu’tah, dan tidak tersisa di tanganku kecuali hanya sebilah Yamaniah.” Dalam lafaz lain:

لَقَدْ دُقَّ فِي يَدَيَّ يَوْمَ مُؤْتَةَ تِسْعَةُ أَسْيَافٍ، وَصَبَرَتْ فِي يَدَيَّ صَفِيحَةٌ لِي يَمَانِيَةٌ

“Sembilan pedang hancur di tanganku pada hari Mu’tah, dan yang bertahan di tanganku adalah sebilah Yamaniah milikku.”

Rasulullah ﷺ telah bersabda pada hari Mu’tah, mengabarkan dengan wahyu, sebelum berita dari medan pertempuran sampai kepada orang-orang:

أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَ ابْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ – وَعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ – حَتَّى أَخَذَ الرَّايَةَ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللهِ، حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِمْ

“Zaid mengambil bendera, lalu ia tertimpa (gugur), kemudian Ja’far mengambilnya, lalu ia tertimpa, kemudian Ibnu Rawahah mengambilnya, lalu ia tertimpa”—sementara kedua mata beliau (Nabi) meneteskan air mata—”hingga bendera itu diambil oleh pedang dari pedang-pedang Allah, sampai Allah memberikan kemenangan bagi mereka.”

Meskipun dengan keberanian, kepahlawanan, dan keganasan yang luar biasa, sungguh mengherankan bahwa pasukan kecil ini berhasil bertahan di hadapan gelombang lautan besar dari pasukan Romawi. Pada saat itulah, Khalid bin Walid menunjukkan keahlian dan kecerdasannya dalam menyelamatkan kaum Muslimin dari situasi yang mereka hadapi.

Khalid bin Walid berhasil bertahan di hadapan tentara Romawi sepanjang hari pada hari pertama pertempuran. Ia menyadari kebutuhan mendesak akan taktik perang yang dapat menanamkan rasa takut di hati Romawi, agar ia berhasil menarik kaum Muslimin tanpa Romawi melakukan pengejaran. Ia tahu betul bahwa meloloskan diri dari cengkeraman mereka akan sangat sulit jika kaum Muslimin mundur secara terbuka dan Romawi melakukan pengejaran.

Ketika tiba hari kedua, ia mengubah formasi pasukan dan menyusunnya kembali. Ia menempatkan barisan depan menjadi barisan belakang, dan sayap kanan menjadi sayap kiri, dan sebaliknya. Ketika musuh melihat mereka, mereka terkejut dengan keadaan mereka dan berkata

جَاءَهُمْ مَدَدٌ

“Bantuan (pasukan) telah datang kepada mereka!”

Lalu mereka menjadi gentar sendiri.

Setelah kedua pasukan saling berhadapan dan beradu sebentar, Khalid mulai menarik mundur kaum Muslimin sedikit demi sedikit, sambil menjaga keteraturan pasukannya. Romawi tidak mengejar mereka, karena mereka menduga bahwa kaum Muslimin sedang menipu mereka, dan mencoba melakukan tipuan untuk menarik mereka ke padang pasir.

Dengan demikian, musuh mundur ke wilayah mereka, dan tidak berpikir untuk mengejar kaum Muslimin. Kaum Muslimin berhasil mundur dalam keadaan selamat, hingga mereka kembali ke Madinah.

Sahabat Rasulullah yang mati syahid dalam perang mu’tah adalah dua belas orang laki-laki. Adapun Romawi, jumlah korban tewas mereka tidak diketahui, namun rincian pertempuran menunjukkan bahwa jumlah mereka sangat banyak.

Berita Terkait

Nabi Musa Berdebat dengan Nabi Adam
Kisah Nyata Anak Kecil Menyanggah Seorang Syekh
Sejarah Mimbar Masjid Nabawi
Kisah Pohon Kurma Menangis Merindu Baginda Nabi Muhammad ﷺ
Kisah Ahmed Yassin Sang Pendiri Hamas
Ajaib, Sungai Nil Mendapat Surat dari Sayyidina Umar
Meneliti Buah yang Dimakan Nabi Adam
Firaun Hendak Mengurangi Jumlah Penduduk Ibrani dengan Cara Ini
Berita ini 20 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 20:19 WIB

Hukum Istri Lebih Memilih Orangtua daripada Suami

Minggu, 30 November 2025 - 11:19 WIB

Apa Fungsi Utama Masjid pada Zaman Rasulullah ﷺ?

Minggu, 4 Mei 2025 - 08:14 WIB

Lengkap: Ketentuan, Hukum, dan Hikmah Pelaksanaan Akikah

Senin, 8 Juli 2024 - 20:08 WIB

Dalil Rukyat Hilal Tiap Bulan

Jumat, 26 Januari 2024 - 10:46 WIB

Daftar Lengkap Halal-Haram Binatang ala Mazhab Syafi’i

Jumat, 19 Januari 2024 - 22:28 WIB

Hubungan Syariat, Tarekat, dan Hakikat

Kamis, 7 September 2023 - 19:02 WIB

Hukum Menyentuh Anjing dalam Keadaan Kering

Kamis, 7 September 2023 - 05:48 WIB

Bagaimana Cara Salat Makmum yang Tertinggal Bacaan Al-Fatihahnya Imam?

Berita Terbaru

Akhlak

Syair Arab al-Ummu Madrasatul Ula

Rabu, 17 Des 2025 - 07:07 WIB

hadits tentang ayah dan anak perempuan

Hadis

Hadits Tentang Ayah dan Anak Perempuan

Sabtu, 6 Des 2025 - 01:36 WIB

Fikih

Hukum Istri Lebih Memilih Orangtua daripada Suami

Kamis, 4 Des 2025 - 20:19 WIB

Akidah

Malaikat Pencatat Amal

Selasa, 2 Des 2025 - 22:19 WIB

Pembuka Khutbah Jumat Latin dan Arab Berharakat

Khutbah

Pembuka Khutbah Jumat Latin dan Arab Berharakat

Selasa, 2 Des 2025 - 13:18 WIB