Mustaqim.NET – Ada dari pararabu yang terkadang masih bingung kaitan antara syariat, tarekat dan hakikat. Untuk itu, kami akan merangkumkan kepada pararabu, berdasarkan perumpamaan para ulama.
Pembahasan ini erat kaitannya dengan hidayah. Layaknya segala hal, hidayah memiliki permulaan dan puncak. Permulaan hidayah ialah syariat dan tarekat, sedangkan puncaknya adalah hakikat. Syekh Nawawi, Banten, menyebutkan dalam Maraqil-‘Ubudiyah:
أن الهداية أي سلوك الطريق إلى الله تعالى التي هي ثمرة العلم لها بداية وهي المسماة بالشريعة والطريقة ونهاية وهي المسماة بالحقيقة لأن حقيقة الشيء منتهاه، وهي ثمرة الشريعة والطريقة
“Sesungguhnya hidayah; jalan menuju Allah–yang mana hal itu merupakan buah dari pengetahuan–memiliki permulaan, yaitu syariat dan terekat. Juga, memiliki puncak, yaitu hakikat. Karena hakikat sesuatu ialah puncaknya. Hakikat sendiri adalah buah dari syariat dan tarekat.”
Selain tentang permulaan dan puncak, hidayah memiliki dua corak, lahir dan batin. Syekh Nawawi dalam kitab yang sama melanjutkan:
وظاهر وباطن فإن كل باطن له ظاهر وعكسه، فالشريعة ظاهر الحقيقة والحقيقة باطنها وهما متلازمان معنى، فشريعة بلا حقيقة عاطلة، أي خالية من الثمرات وحقيقة بلا شريعة باطلة، أي لاغية لا خير فيها ولا حاص لها،
“(Hidayah itu) memiliki sisi lahir dan batin. Karena setiap yang batin, pasti memiliki sisi lahir, begitu pun sebaliknya. Syariat itu tampak lahir dari hakikat, sedangkan hakikat adalah batinnya. Keduanya merupakan kelaziman. Syariat tanpa hakikat merupakan kekosongan, yakni kosong akan buah. Hakikat tanpa syariat jelas keliru. Dengan arti, tak ada tujuan dan kebaikan di dalamnya dan tidak ada keuntungan sama-sekali.”
Perbedaan Syariat, Tarekat dan Hakikat
Imam ash-Shawi memberikan rincian dari ketiganya. Syariat beliau definisikan dengan:
الأحكام التي كلفنا بها رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الله جل وعلا من الواجبات والمندوبات والمحرمات والمكروهات والجائزات
“Hukum yang telah Rasulullah taklif kepada kita dari Allah, baik berupa perkara wajib, mandub, haram, makruh dan jaiz.”
Sedangkan tarekat beliau artikan dengan:
العمل بالواجبات والمندوبات، والترك للمنهيات والتخلي عن فضول المباحات والأخذ بالأحوط كالورع، وبالرياضة من سهر وجوع وصمت
“Mengamalkan perkara wajib dan sunah, meninggalkan yang dilarang, serta menghindari yang hal mubah yang tidak perlu dan mengambil sikap paling berhati-hati, seperti wara’, dan riyadhah dengan ketekunan, kesabaran, dan berdiam diri.”
Untuk hakikat sendiri, beliau artikan dengan:
فهم حقائق الأشياء كشهود الأسماء والصفات، وشهود الذات وأسرار القرآن، وأسرار المنع والجواز، والعلوم الغيبية التي لا تكتسب من معلم
“Memahami hakikat sesuatu, seperti nama-sifat Allah, serta musyahadah kepada-Nya. Juga, memahami asrar al-Quran, rahasia dari yang dilarang dan diperbolehkan, serta ilmu gaib yang tidak bisa didapatkan dari seorang pengajar.”
Dengan begitu, bisa kita simpulkan, syariat merupakan ajaran agama, tarekat adalah bagaimana kita mengamalkan ajaran tersebut. Dengan begitu, kita bisa sadar dengan hakiki, itulah hakikat.