Mustaqim.NET – Sebelum ada mimbar Masjid Nabawi, Baginda Nabi Muhammad ﷺ berkhutbah berdiri di dekat pohon kurma. Lalu sahabat perempuan Ansar menghampiri Nabi ﷺ seraya mengusulkan:
ألَا أجْعَلُ لكَ شيئًا تَقْعُدُ عليه؟ فإنَّ لي غُلَامًا نَجَّارًا
“Sudikah engkau jika kubuatkan sesuatu yang bisa engkau duduki? Kebetulan, saya memiliki anak tukang kayu.”
Rasulullah ﷺ mengiyakan. Perempuan itu segera memberikan kabar gembira kepada anaknya tersebut, bahwa baginda Nabi ﷺ berkenan dibuatkan mimbar. Dengan bangga, anak tersebut membuat mimbar, dan meletakkannya di Masjid Nabawi, agar dipakai Rasulullah ﷺ saat khutbah.
Saat hari Jumat, Rasulullah ﷺ pergi menuju mimbar baru tersebut untuk berkhutbah. Pertengahan khutbah, terdengarlah suara jeritan pilu. Tidak hanya baginda Rasul ﷺ saja yang mendengar, tetapi para sahabat pun juga mendengar. Ternyata suara tersebut berasal dari pohon yang sebelumnya Rasulullah ﷺ berkhutbah di sana.
Begitu keras suara tersebut, sehingga digambarkan dalam sebuah riwayat:
حتَّى كَادَتْ تَنْشَقُّ
“Hingga seakan pohon tersebut pecah”
Sayyidina Anas menceritakan:
فحنت الْخَشَبَة حنين الوالدة
“Pohon itu merindu, layaknya rindu seorang orangtua kepada anaknya”
Tidak hanya tangisan, pohon itu bergerak-gerak menahan rindu yang tak terbendung. Sayyidina Jabir mengisahkan:
اضْطَرَبَتْ تِلْكَ السارية كحنين النَّاقة الحلوج
“Batang pohon itu bergoncang, seperti kerinduan induk unta yang diambil anaknya.”
Melihat kejadian itu, baginda Nabi Muhammad ﷺ turun dari mimbar, menghampiri pohon tersebut. Menghiburnya seraya mengelusnya dengan penuh kasih sayang sampai pohon itu tenang.
Tidak hanya itu, beliau menghiburnya dengan menawarkan sesuatu yang sangat istimewa, dengan sabdanya:
اخْتَرْ أَنْ أَغْرِسَكَ فِي الْمَكَانِ الَّذِي كُنْتَ فِيهِ، فَتَكُونَ كَمَا كُنْتَ، وَإنْ شِئْتَ أَنْ أَغْرِسَكَ فِي الْجَنَّةِ ، فَتَشْرَبَ مِنْ أَنْهَارِهَا وَعُيونِهَا فَيَحْسُنَ نَبْتُكَ، وَتُثْمِرَ ، فَيَأْكُلَ أَوْلِيَاءُ اللَّهِ مِنْ ثَمَرَتِكَ وَنَخْلِكَ فَعَلْتُ .
“Pilihlah, apakah aku akan menanammu kembali di tempatmu semula. Dengan begitu, engkau akan menjadi seperti sediakala. Ataukah aku akan menanammu di surga. Dengan begitu, engkau akan minum dari sungai-sungainya dan mata airnya, dan engkau akan tumbuh subur dan berbuah, dan para wali Allah akan memakan buah-kurmamu. Saya akan mengerjakannya.”
Para sahabat bertanya: pohon tersebut memilih yang mana? Baginda Nabi ﷺ menjawab:
اخْتَارَ أَنْ أَغْرِسَهُ فِي الْجَنَّةِ
“Dia memilih untuk saya tanam di surga”.
Baginda Nabi ﷺ menjelaskan kepada para sahabat tentang seberapa besar rasa rindu pohon tersebut. Beliau bersabda:
لَوْ لَمْ أَحْتَضِنْهُ لَحَنَّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Andai tidak kupeluk, niscaya pohon tersebut menangis-rindu sampai kelak hari kiamat.”
Sayyidina Hasan kerap menceritakan kisah tersebut. Tiap beliau menceritakan, tiap itu pula beliau menangis, seraya bersabda:
يَا عِبَادَ اللَّهِ الْخَشَبَةُ تَحِنُّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَوْقًا إِلَيْهِ لِمَكَانِهِ مِنَ اللَّهِ، فَأَنْتُمْ أَحَقُّ أَنْ تَشْتَاقُوا إِلَى لِقَائِهِ
“Wahai hamba Allah, sebatang kayu merindukan baginda Nabi ﷺ dengan rindu begitu besar karena tempatnya di sisi Allah ﷻ, antum sekalian tentunya lebih berhak untuk merindukan pejumpaan dengan baginda Nabi ﷺ.”
Semoga kisah ini menambah kerinduan kita kepada baginda Nabi Muhammad ﷺ, dan kelak kita berada dalam barisan beliau. Amin ya rabbal-‘alamin.