Mustaqim.NET – Kemarin banyak sekali yang menanyakan perihal ikhbar PBNU tentang 1 Muharam 1446 H. Sengaja kami tidak menjawab satu-persatu, untuk saya ulas sekalian berbentuk postingan di Facebook. Beberapa poin kami rangkum di sini:
Pertama, penetapan bulan kamariah, ada dua metode: hisab dan rukyat. Bila mana penentuan secara hisab berbeda dengan hasil rukyat, maka yang dimenangkan adalah rukyat, sebagaimana dalam Irsyadul-Murîd mengutip dari Fatawâ-nya Imam al-Kurdi
وظهر مما تقرر أن الرؤية أقوى من الحساب فإذا تعارضا قدمت الرؤية على كل قول إهـ فتاوى الكردي
“Kesimpulan dari yang telah diuraikan adalah hasil rukyat lebih kuat daripada hisab. Jika keduanya bertentangan, maka yang didahulukan adalah hasil rukyat atas setiap kaul.” (Fatawa Al-Kurdi)
Kedua, jika ada yang mengatakan bahwa rukyat hanyalah bulan Ramadan saja, berlandaskan hadis:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah (Ramadan) kalian semua karena melihatnya (hilal).”
Habib Ahmad bin Umar asy-Syathiri menanggapi orang demikian untuk memahami hadisnya secara utuh; tidak sepotong-potong. Beliau menjelaskan bahwa bulan Syawal pun juga berlandaskan hadis tersebut. Lengkapnya sebagaimana dalam Hâsyiyah Bughyatul-Musytarsyidîn (1/719):
ورُدَّ ذلك عليهم بثبوتِ أُولِ شَوَّالٍ بها بصريح قوله عليه الصلاة والسلام فيما رواه الشيخان وغيرُهُما صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ وبقوله صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ أيضاً لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ ، وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ ؛ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
“Mereka (yang mengatakan rukyat untuk bulan Ramadan saja) dibantah dengan: Penetapan awal bulan Syawal juga dengan jelas berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW, ‘Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Syaban menjadi tiga puluh. Dan sabda beliau, ‘Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal); jika kalian terhalang mendung, janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal. Janganlah kalian berbuka puasa sampai kalian melihat hilal; jika kalian terhalang mendung, sempurnakanlah hitungannya menjadi tiga puluh hari’.”
Kalau begitu, apakah berarti hanya bulan Ramadan dan Syawal saja? Tidak begitu. Dalam kitab yang sama beliau menjelaskan, kalau bulan Syawal penentuannya adalah dengan rukyat, maka bulan-bulan yang lain penentuannya juga dengan rukyat. Beliau melanjutkan:
فإن سلَّموا بما ذُكِرَ بطل قولُهم : إِنَّ ذلكَ مُختص برمضان ؛ فقد شاركَهُ فِيهِ شَوَّالٌ ، وإذا سُلَّمَ ذلك في رمضانَ وشَوَّالٍ فلتكن كذلك بقية الأشهر ؛ قياساً عليهما
“Jika mereka mengakui kebenaran dalil-dalil tersebut: batallah anggapan mereka bahwa penetapan awal bulan Ramadan saja yang berdasarkan rukyat (melihat hilal). Karena bulan Syawal pun disamakan dengan Ramadhan dalam hal ini. Jika hal ini diakui berlaku untuk Ramadhan dan Syawal, maka berlaku pula untuk bulan-bulan lainnya dengan cara kias kepada keduanya.”
Dengan begitu, Habib Abdurrahman al-Masyhur dalam Bughyah-nya memukul rata semua bulan kamariah, baik bulan Ramadan atau pun bulan-bulan yang lain penentuannya menggunakan rukyat, bukan hisab.
(مسألة : ك) : لا يثبت رمضان كغيره من الشهور إلا برؤية الهلال أو إكمال العدة ثلاثين بلا فارق ، إلا في كون دخوله بعدل واحد ، وأما ما يعتمدونه في بعض البلدان من أنهم يجعلون ما عدا رمضان من الشهور بالحساب ، ويبنون على ذلك حل الديون والتعاليق ، ويقولون اعتماد الرؤية خاص برمضان فخطأ ظاهر ، وليس الأمر كما زعموا وما أدري ما مستندهم في ذلك.
Imam Al-Kurdi: “Ramadan dan bulan lainnya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan rukyat hilal atau menggenapkan 30 hari, tanpa perbedaan. Kecuali masuknya bulan dengan 1 orang yang dipercaya. Sedangkan orang-orang yang berpedoman di sebagian negara bahwa selain Ramadan menggunakan hisab dan dijadikan sebagai batas masuknya hutang dan lainnya, serta berpedoman bahwa rukyat hanya tertentu dengan Ramadan adalah kesalahan yang nyata. Tidak seperti itu. Saya tidak tahu dalil pedoman mereka dalam masalah ini (Bughyah, 1/223)
Ketiga, adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan masyarakat secara luas, maka harus berpedoman kepada rukyat. Hal ini sebagaimana penjelasan penjelasan Syekh Yasin al-Fadani dalam al-Mawâhib al-Jazîlah ‘ala Azhâril-Khamîlah: Syarh Tsamrâtil-Wasîlah fil-Falak:
اعلم أن حكم الشرع على جميع الناس منوط بالرؤية بعد الغروب فيكون الشهر هلاليا و هو مدة ما بين هلالين و لا يكون الشهر الجديد إلا إذا رئي الهلال في أول ليلته و إن وقع الاجتماع بعد الغروب. و أما باعتبار الشخص نفسه فالعبرة بمولد الشهر الحقيقي سواء أمكنت الرؤية أم لا لقول الرماني و الحاسب من يعرف منازل القمر و تقدير سيره فيها, فهذا يشمل إمكان الرؤية و عدمه. فأول الشهر عند الحاسب من الاجتماع و حيث وقع قبل الغروب فالشهر موجود في اعتقاده.
“Ketahuilah, bahwa hukum syariat bagi semua orang tergantung pada rukyah setelah matahari terbenam, maka bulan yang dikehendaki adalah hilali, yaitu rentang waktu antara dua bulan sabit. Dan tidak dinamakan bulan baru kecuali bulan sabit terlihat pada malam pertamanya, meskipun ijtima terjadi setelah matahari terbenam. Adapun bagi individu itu sendiri, yang penting adalah kelahiran bulan yang sesungguhnya, apakah itu hilalnya terlihat atau tidak, sesuai perkataan Al-Rummani dan ahli hisab adalah yang mengetahui fase-fase bulan dan memperkirakan pergerakannya. Ini mencakup apakah hilal dimungkinkan terlihat atau tidak. Menurut orang yang ahli hisab, awal bulan terhitung sejak terjadinya ijtima, yang terjadi sebelum matahari terbenam, bagi mereka bulan telah ada”.
Keempat, apakah dengan metode rukyat dapat membingungkan masyarakat, sebagaimana yang terjadi kemarin? Tentu tidak. Masyarakat secara umum tidak perlu bingung, tinggal menunggu ikhbar hasil rukyat hilal. Apalagi saat bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijah, yang mana pemerintah melakukan isbat. Masyarakat tentunya tinggal ikut keputusan sidang isbat tersebut. Tidak perlu bingung. Keputusan pemerintah dalam menentukan awal bulan menghilangkan semua perbedaan yang ada di masyarakat. Hal ini masuk dalam kaidah:
حكم الحاكم يرفع الخلاف
“Keputusan seorang hakim, menghilangkan perbedaan.”
Justru yang membuat kita bingung jika kita membuat-buat kaidah sendiri tentang penetapan awal bulan. Maka untuk mempermudah menyampaikan hal ini kepada masyarakat awam, tinggal kita mewanti-wanti untuk senantiasa ikut NU. Niscaya tidak akan bingung. Wal-Lâhu a’lam.