Mustaqim.NET – Salah satu ungkapan klasik yang sering dijadikan rujukan dalam kajian pendidikan dan pembangunan manusia adalah al ummu madrasatul ula. Sebuah larik dari penyair Mesir, Hafez Ibrahim, yang berbunyi:
الأُمُّ مَدرَسَةٌ إِذا أَعدَدتَها
أَعدَدتَ شَعباً طَيِّبَ الأَعراقِ
الأُمُّ رَوضٌ إِن تَعَهَّدَهُ الحَيا
بِالرِيِّ أَورَقَ أَيَّما إيراقِ
الأُمُّ أُستاذُ الأَساتِذَةِ الأُلى
شَغَلَت مَآثِرُهُم مَدى الآفاقِ
“Ibu adalah sebuah madrasah (sekolah), jika engkau mempersiapkannya dengan baik, Maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang berkarakter mulia.
Ibu adalah taman, jika disirami dengan curahan hujan yang terus-menerus, Maka ia akan tumbuh rimbun dengan dedaunan yang hijau nan indah.
Ibu adalah guru dari para guru terdahulu, Yang jejak-jejak keagungan mereka memenuhi seluruh penjuru dunia.”
Ungkapan al ummu madrasatul ula ini menegaskan posisi strategis ibu sebagai fondasi utama dalam pembentukan generasi dan keberlanjutan peradaban. Secara konseptual, pernyataan tersebut menggunakan metafora yang kuat dengan menyamakan ibu sebagai “sekolah”.
Metafora ini mengandung makna bahwa proses pendidikan tidak dimulai di ruang kelas formal, melainkan sejak lingkungan keluarga, dengan ibu sebagai pendidik pertama dan paling berpengaruh dalam kehidupan anak. Pendidikan yang dimaksud tidak terbatas pada aspek kognitif, tetapi juga mencakup pembentukan karakter, nilai moral, sikap sosial, serta perkembangan emosional anak.
Peran ibu menjadi semakin krusial karena ia merupakan figur yang paling dekat dengan anak pada fase awal pertumbuhan. Pada tahap ini, anak cenderung meniru perilaku, bahasa, dan sikap orang tua, khususnya ibu. Oleh karena itu, kualitas pendidikan, pola asuh, dan keteladanan yang dimiliki ibu akan sangat menentukan arah perkembangan kepribadian anak di masa selanjutnya. Ibu yang memiliki pemahaman nilai moral yang baik, pendidikan yang memadai, serta kemampuan pengasuhan yang positif akan lebih mampu membentuk generasi yang berkarakter, beretika, dan bertanggung jawab.
Lebih jauh, ungkapan Hafez Ibrahim tersebut menegaskan bahwa upaya menyiapkan ibu melalui pendidikan, pembinaan, dan pemberdayaan, secara tidak langsung merupakan upaya menyiapkan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Kualitas sumber daya manusia suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari kualitas pendidikan dalam keluarga sebagai lingkungan pendidikan pertama. Dengan demikian, pembangunan bangsa yang berkelanjutan harus menempatkan ibu sebagai subjek penting dalam kebijakan pendidikan dan sosial.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ibu memiliki peran sentral sebagai pengasuh, pendidik, dan penanam nilai-nilai dasar kehidupan. Ungkapan “ibu adalah sekolah” bukan sekadar pernyataan simbolik, melainkan refleksi dari realitas pendidikan yang menempatkan ibu sebagai aktor utama dalam membentuk karakter individu dan masa depan bangsa. Oleh karena itu, investasi pada pendidikan dan pemberdayaan ibu merupakan langkah strategis dalam membangun generasi yang berkualitas dan berdaya saing.





