Mustaqim.NET – Pembahasan seputar macam macam talak dan pengertiannya ini sepenuhnya diambil dari kitab Fathul-Mu’in. Hanya saja dimodel percakapan bernuansa tanya-jawab agar lebih asyik!
Melepas akad nikah menggunakan lafal tertentu.
Tergantung. Bisa saja wajib, bila suami tidak mau bersetubuh dengan istrinya. Bisa pula sunah, alias dianjurkan.
Ada banyak kasus, di antaranya apa bila si suami tidak mampu memenuhi apa yang menjadi kewajiban suami kepada istri. DIanjurkan cerai juga, bila misalnya istrinya ternyata orang yang lacut. Ini dianjurkan cerai, bila sekiranya istri malah tidak mempergunakan perceraian untuk keburukannya itu. Juga dianjurkan pula menceraikan istri, bila istri memiliki perangai yang buruk.
Yah, memang benar, sulit sekali mencari istri yan baik seratuspersen. Bahkan dalam sebuah hadis diterangkan, istri yang salihah layaknya gagak al-‘sham, yang berarti bahwa sangat jarang sekali dijumpai.
Yang dimaksud perangai buruk di sini ialah bila mana suami sudah tidak bisa sabar dengan perangai buruk si istri tersebut.
Tergantung. Jika perintah itu didasari hanya untuk mempersulit, maka tidak. Namun, bila tidak ada unsur tersebut, demi menaati orang tua, humum bercerai ketika itu adalah sunah.
Jelas ada. Ada beragam perceraian yang berhukum haram. Di antaranya adalah talak bid’y/bidah.
Talak bidah adalah menalak istrinya dalam keadaan haid, padahal pernah digauli. Atau juga ketika suci, yang mana saat itu istri digauli.
Sebenarnya, tidak ada syarat semacam itu. Hanya saja, bagi pria yang berpoligami, harus menunggu hingga istri yang akan dicerai itu, sudah ia gauli alias sudah mendapatkan giliran. BIla tidak, maka tetap haram. Layaknya orang yang mencerai ketika ia sedang sakit, agar si istri tidak mendapatkan warisan. Itu juga haram.
Tidak haram. Hanya saja, yang dianjurkan untuk menjatuhkan satu talak saja.
Hukum talak (selain kasus-kasus di atas) berhukum makruh. Karena ada hadis yang menyetakan perkara halal yang paling dimurkai Allah adalah halal.
Mengaitkan murka Allah dengan halal dalam hadis itu, tidak lain bertujuan agar sebisa-mungkin kita menjauh dari talak. Namun, tidak sampai melepas kehalalannya
Tetap terjadi, lantaran akalnya hilang lantaran sesuatu yang haram/maksiat.
Beda lagi ceritanya. Sebab, yang tetap terjadi di atas, bila mana ia sengaja mabuk. Bila dia tidak sengaja, semisal karena dipaksa, atau ia terlanjur mengonsumsi sesuatu padahal ia tidak tahu bahwa barang itu memabukkan, maka talaknya tidak terjadi. Sebab bila begitu, hilang kesadarannya bukan karena semberono mengerjakan maksiat.
Ulama sepkat, bahwa talaknya terjadi.
Tetap terjadi talak. Sebab tolak bukanlah sesuatu yang bisa dibuat main-main.
Itu dia yang tidak berpengaruh kepada status pernikahannya.
Kalau percraian itu atas dasar paksaan, ya, tidak terjadi. Namun, yang dikatakan paksaan di sini ialah ada ancaman. Semisal akan dipenjara dalam waktu yang lama, dls.
Kriterinya jelas, yakni, si pengancam sangat bisa melakukan ancamanya, dan yang diancam tidak mampu melawannya dengan cara lari atu meminta bantuan.
Ya, terjadi! Sama seperti bilamana pemaksaannya itu memang berhak. Semisal, fulan pernah membunuh ayah dari fulanah. Lantas si fulanah memaksa untuk menceraikan istrinya fulan, bila tidak maka fulanah akan membunuh fulan, atas dasar tindakan fulan sebelumnya yang membunuh ayah fulan.
Ada tiga: talak, firaq, dan sarah. Karena itu diulang ulang dalam al-Quran.
Yang jelas, maf’ulnya harus jelas dan disebutkan. Semisal, kamu saya talak. Atau saya talak kamu. Bila hanya menyebutkan saya talak, dan ia berniat kamu, maka tidak terjadi. Kecuali memang diawali dengan pertanyaan, “apakah istrimu kau telak”lalau menjawab “saya telak” maka terjadi.
Maka si istri dengan mengatakan “saya talak” maka sudah terjadi talak. Berarti ia telah mentalak dirinya sendiri.
Iya, tetap sarih.