Mustaqim.NET – Fungsi masjid zaman Rasulullah sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir (III/294) adalah: tempat beribadah kepada Allah ﷻ ibadah, tempat bersyukur, dan mengesakan Allah ﷻ, serta menyucikan-Nya dari kekurangan. Hal tersirat dalam surah an-Nur yang berbunyi:
فِيْ بُيُوْتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُه يُسَبِّحُ لَه فِيْهَا بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِۙ
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِۙ يَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُۙ
لِيَجْزِيَهُمُ اللّٰهُ اَحْسَنَ مَا عَمِلُوْا وَيَزِيْدَهُمْ مِّنْ فَضْلِه وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“(Cahaya itu ada) di rumah-rumah yang telah Allah perintahkan untuk dimuliakan dan disebut di dalamnya nama-Nya. Di dalamnya senantiasa bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.
orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat). (Mereka melakukan itu) agar Allah memberi balasan kepada mereka yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Allah menganugerahkan rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas.”(QS. an-Nur: 36-38)
Ini juga menjadi jelas dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ kepada seorang badui yang kencing di Masjid Nabawi. Sayyidina Anas bin Malik menceritakan:
بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ، فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ، فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَهْ مَهْ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُزْرِمُوهُ، دَعُوهُ» فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ، ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ: «إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ» أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَأَمَرَ رَجُلًا مِنَ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ.
“Ketika kami sedang berada di masjid bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba datang seorang Arab Badui, lalu dia berdiri dan kencing di dalam masjid. Para Sahabat Rasulullah berkata, ‘Hentikan! Hentikan!’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jangan kalian hentikan dia secara paksa (jangan kalian putuskan kencingnya), biarkanlah dia.’ Maka mereka membiarkannya sampai ia selesai kencing.
Kemudian Rasulullah ﷺ memanggilnya dan berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak layak untuk sesuatu pun dari kencing ini, dan tidak pula untuk kotoran. Sesungguhnya masjid itu hanyalah untuk zikir kepada Allah ﷻ, salat, dan membaca Al-Quran,’ Lalu Beliau memerintahkan seseorang dari kaum itu, maka orang tersebut datang membawa seember air, lalu menyiramkannya di atas (bekas kencing) itu.”
(HR. Muslim)
Dari hadis tersebut, jelas sekali Rasulullah ﷺ menjelaskan fungsi masjid yang sebenarnya. Beliau melarang mengotori masjid, sekaligus memaparkan:
إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
“Masjid itu fungsinya hanyalah untuk berzikir kepada Allah ﷻ, salat, dan membaca Al-Quran.”
Untuk menjaga fungsi ini, Rasulullah ﷺ bersabda:
جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ وَشِرَاءَكُمْ وَبَيْعَكُمْ وَخُصُومَاتِكُمْ وَرَفْعَ أَصْوَاتِكُمْ وَإِقَامَةَ حُدُودِكُمْ وَسَل سُيُوفِكُمْ، وَاتَّخِذُوا عَلَى أَبْوَابِهَا الْمَطَاهِرَ – الْمَرَاحِيضَ – وَجَمِّرُوهَا فِي الْجُمَعِ
“Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kecil kalian, orang-orang gila kalian, jual beli kalian, perselisihan kalian, meninggikan suara kalian, pelaksanaan hukuman had kalian, dan menghunus pedang kalian. Dan buatlah tempat bersuci di dekat pintu-pintunya, dan berikanlah asap wangi padanya setiap hari Jumat.”
(HR. Ibnu Majah)
Terkait membawa anak kecil ini, jika anak kecil terjamin (ada yang menjaga) untuk tidak mengotori masjid (dengan najis), diperbolehkan memasukkannya ke dalam masjid. Rasulullah ﷺ pernah menggendong Umamah binti al-‘Ash bin ar-Rabi’, cucu perempuan beliau dari putrinya Zainab, ketika Beliau sedang salat, dan sering kali Sayyidina Hasan dan Husain keluar bersama Beliau di masa kecil mereka. Hal ini sebagaimana Habib Umar sampaikan.
Dari sana, dalam mazhab Maliki: Jika anak kecil itu tidak berhenti bermain-main ketika dilarang, maka haram memasukkannya ke masjid. Jika tidak demikian (yaitu ia bisa dikondisikan), maka makruh memasukkannya. Haram pula memasukkan orang gila yang hilang kendali dirinya (maslubul-ikhtiyar), mereka tidak mampu menjaga kesucian diri. Demikian pula jual beli, dan menurut sebagian ulama adalah makruh, dan sudah selayaknya untuk kita tegur dan kita larang.
Imam az-Zarkasyi dalam kitab I’lamus-Sajid bi Ahkamil Masajid (304-305) menjelaskan:
وَلِذَا يُسْتَحَبُّ لُزُومُهَا وَالْجُلُوسُ فِيهَا لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ إِحْيَاءِ الْبُقْعَةِ وَانْتِظَارِ الصَّلَاةِ، وَفِعْلِهَا فِي أَوْقَاتِهَا عَلَى أَكْمَل الأَْحْوَال
“Oleh karena itu, sunah untuk menetapi masjid dan duduk di dalamnya. Karena hal itu termasuk menghidupkan tempat tersebut. (Seperti) menunggu salat, dan mengerjakannya pada waktunya dengan kondisi yang paling sempurna.”
Jagalah dan senangilah masjid sebagaimana pararabu menyenangi rumah sendiri. Selaras dengan nasihat Abu Darda’ kepada putranya:
يَا بُنَيَّ لِيَكُنِ الْمَسْجِدُ بَيْتَكَ
“Wahai putraku, jadikanlah masjid selayaknya rumahmu.”
Seraya menjelaskan sabda Rasulullah ﷺ:
الْمَسَاجِدُ بُيُوتُ الْمُتَّقِينَ وَقَدْ ضَمِنَ اللَّهُ عز وجل لِمَنْ كَانَ الْمَسَاجِدُ بُيُوتَهُ الرَّوْحَ وَالرَّحْمَةَ وَالْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ .
“Masjid adalah rumah-rumah bagi orang-orang yang bertakwa. Sungguh Allah ﷻ telah menjamin bagi siapa saja yang menjadikan masjid sebagai rumahnya, (mendapat) ketenangan, rahmat, dan izin untuk melewati sirat.”
Semoga kita semua tergolong muttaqin. Amin ya rabbal alamin!





