Mustaqim.NET – Ada banyak keterangan yang bisa kita peroleh dari surah al-Ahzab. Di antaranya ialah kita tidak berdosa, bila melakukan
اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Imam as-Suyuthi mengatakan bahwa ayat tersebut menjelaskan bahwa kesalahan itu diangkat (tidak dianggap). Pelakunya pun tidak berdosa. Beliau menjelaskan:
فِيهِ أَنَّ الْخَطَأَ مَرْفُوعٌ وَلَا إِثْمَ عَلَى المُخْطِيءِ
“Ayat ini menjelaskan bahwa kesalahan itu tidak dianggap dan tidak ada dosa bagi pelakunya.”
Dalil Nabi adalah Orang Paling Mulia:
اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ وَاَزْوَاجُهٗٓ اُمَّهٰتُهُمْ ۗوَاُولُوا الْاَرْحَامِ بَعْضُهُمْ اَوْلٰى بِبَعْضٍ فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ اِلَّآ اَنْ تَفْعَلُوْٓا اِلٰٓى اَوْلِيَاۤىِٕكُمْ مَّعْرُوْفًا ۗ كَانَ ذٰلِكَ فِى الْكِتٰبِ مَسْطُوْرًا
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baikkepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah).”
Ada sebuah hadis yang menerangkan ayat tersebut. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ إِلَّا وَأَنَا أَوْلَى بِهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ:
“Tidak seorang mukmin pun kecuali aku adalah lebih utama untuknya di dunia dan di akhirat, bacalah jika kalian mau”:
{النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ} [الأحزاب: 6]
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri. [Al-Ahzaab:6]
فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا فَلْيَرِثْهُ عَصَبَتُهُ مَنْ كَانُوا، وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا، فَلْيَأْتِنِي فَأَنَا مَوْلاَهُ ” [صحيح البخاري ومسلم]
“Maka siapa saja dari orang yang beriman wafat dan meninggalkan harta maka yang mewarisinya adalah ahli warisnya yang terdekat, dan barangsiapa yang meninggalkan utang atau keluarga yang membutuhkan maka datanglah kepadaku karena aku adalah tuannya”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Ummul-Mukminin
Dalam ayat tersebut juga menyimpulkan bahwa istri baginda Nabi, memiliki posisi yang sama dengan ibunda orang Islam. Dengan kata lain kita wajib berbakti dan haram menikahinya. Imam as-Suyuthi mengatakan:
أي في وجوب البر وتحريم النكاح، واستدل به من قال بتحريم الكافرة عليه – صلى الله عليه وسلم – لأنه لو تزوجها كانت أما للمؤمنين وقرأ هو أب لهم، واستدل به من جوز أن يقال له أبو المؤمنين.
ص210 – كتاب الإكليل في استنباط التنزيل
Memberi Pilihan (Cerai atau Tidak), Apakah Otomatis Tertalak?
Menjawab hal itu kita bisa merujuk kepada surah al-Ahzab ayat ke-28. Firman Allah yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ اِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا فَتَعَالَيْنَ اُمَتِّعْكُنَّ وَاُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.”
Ayat tersebut menerangkan tentang Nabi Muhammad memberi pilihan kepada istri-istri beliau. Dari sana jelas bahwa memberi pilihan tidak otomatis talak, lantaran di sana jelas Allah berfirman: فَتَعَالَيْنَ اُمَتِّعْكُنَّ وَاُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا.
Kandungan Surah al-Ahzab ayat ke-32
يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”
Banyak hal yang terkandung dalam ayat ini. Pertama, secara zahir, ayat ini menunjukkan bahwa istri Nabi Muhammad merupakan perempuan paling mulia, bahkan melebihi Sayyidah Maryam. Begitu pula, secara zahir istri Nabi Muhammad lebih mulia ketimbang putri-putrinya. Kecuali jikalau mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa putri nabi tergolong firman Allah يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ.