Mustaqim.NET – Banyak orang yang tidak bisa membedakan antara al-Quran dan mushaf. Oleh karenanya, saya kira penting untuk menjelaskan perbedaan mushaf dan al-Quran. Saya rentet terlebih dahulu dari sifat Allah kalam; kalamullah.
Berbicara al-Quran tidak lepas dari kalamullah. Karena secara bahasa, keduanya sama. Keduanya juga memiliki dua makna. Makna pertama, ialah kalamullah yang berupa sifat Allah yang kadim. Bila ditujukan kepada makna pertama, berarti kalamullah tidak berawal, tidak berakhir, tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak bersifat segala hal yang menjadi sifat dari perkara hadis.
Berbeda dengan makna kedua. Makna kedua, al-Quran dan kalamullah diarahkan kepada susunan lafal yang tidak bisa tertandingi. Dalam Syarah Ummul-Barahin Imam as-Sanusi mengistilahkan dengan nadzmul-mu’jiz, susunan yang melemahkan musuh; yang menjadi mukjizat. Makna yang kedua ini tentunya memiliki huruf dan suara. Huruf dan suara jelas hadis, hanya saja kandungan (madlul) dari lafal tersebut ialah kalamullah yang kadim.
Lantas, Bagaimana dengan Mushaf?
Kita jarang sekali menemukan istilah mushaf dalam kajian ilmu kalam (akidah). Definisi mushaf bertebaran dalam kitab fikih, khususnya bab taharah. Karena pada bab itulah, terdapat pembahasan keharaman menyentuh mushaf. Dengan demikian, kajian perihal mushaf memang tidak begitu berkaitan dengan ilmu kalam.
Definisi mushaf yang biasa kita pakai adalah sebagaimana berikut yang ada dalam kitab Fathul-Qarib al-Mujib (hlm. 63). ‘Ibarati lengkapnya, sebagaimana berikut:
“Hal keempat (yang diharamkan kepada orang haid) ialah menyentuh mushaf. Mushaf adalah sebuah nama dari sesuatu yang ditulis dari kalamullah, ditulis antara dua sampul. Membawanya pun juga haram. Kecuali apabila khawatir terhadap mushaf itu sendiri (dalam keadaan darurat).”
Dari definisi tersebut, istilah mushaf memang ditujukan kepada kalamullah makna kedua, yakni susunan lafal yang bisa ditulis. Karena mushaf memang berupa tulisan. Tidak cocok jika ditujukan kepada makna kalamullah yang pertama.
Sampai di sini, kita sudah bisa menyimpulkan perbedaan mushaf dan al-Quran ialah dalam cakupan maknanya. Al-Quran mencakup dua makna dan cenderung diarahkan kepada kalamullah yang kadim. Berbeda dengan mushaf yang dengan jelas mengarahnya kepada tulisan yang pasti hadis, tetapi subtansi dari lafal tersebut adalah kalamullah yang kadim.
Sejarah Singkat Mushaf
Imam as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulumil-Quran (1/164) menyebutkan bahwa orang pertama yang menyebut nama mushaf ialah sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Ulama Kuwait mengatakan dalam Mausu’ah-nya:
وَرَوَى السُّيُوطِيُّ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ كَانَ أَوَّل مَنْ جَمَعَ كِتَابَ اللَّهِ وَسَمَّاهُ الْمُصْحَفَ
“Imam as-Suyuthi meriwayatkan bahwa Abu Bakar merupakan orang pertama yang mengumpulkan kitabullah serta memberi nama mushaf.”
Namun, dalam kitab Tuhfatul-Ahwadzi dalam (8/411) dibedakan antara istilah mushaf dengan suhuf. Ketika zaman Abu Bakar masih belum ada mushaf, yang ada hanyalah suhuf. Perbedaan dan penjelasannya sebagaimana berikut:
الفرق بين الصحف والمصحف أن الصحف الأوراق المجردة التي جمع فيها القرآن في عهد أبي بكر كانت سورا مفرقة كل سورة مرتبة بآياتها على حدة ولكن لم يرتب بعضها إثر بعض فلما نسخت ورتب بعضها إثر بعض صارت مصحفا
“Perbedaan antara suhuf dengan mushaf ialah: suhuf merupakan kertas yang didalamnya terkandung al-Quran. Pada masa Abu Bakar terdapat beberapa surat yang terpisah-pisah. Setiap suratnya tersusun dengan ayatnya secara tersendiri. Akan tetapi, satu ayat dengan ayat yang lain tidak tersusun. Ketika ditulis ulang dan diurutkan satu sama lain (ketika masa Sayyidina Utsman) maka menjadi mushaf.”
Jika Anda terbantu dengan artikel ini, jangan lupa menyebarkan postingan ini. Semoga bermanfaat!