قُلْ اَرَءَيْتُمْ مَّا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَرُوْنِيْ مَاذَا خَلَقُوْا مِنَ الْاَرْضِ اَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِى السَّمٰوٰتِ ۖائْتُوْنِيْ بِكِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ هٰذَآ اَوْ اَثٰرَةٍ مِّنْ عِلْمٍ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ4⇧✓✼▶
Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah (kepadaku) tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepadaku apa yang telah mereka ciptakan dari bumi atau adakah peran serta mereka dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepadaku kitab yang sebelum (Al-Qur’an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu orang yang benar.”
Imam al-Ilkiya menjelaskan bahwa ayat ini mengandung jenis-jenis dalil. Dalil pertama ialah dalil akal, terletak dalam:
أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ
Sedangkan ائْتُوْنِيْ ke belakang menjelaskan dalil sama’. Sefdangkan susunan اَوْ اَثٰرَةٍ مِّنْ عِلْمٍ ada yang berpendapat bahwa itu merupakan diskusi (munadzarah).
قُلْ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كَانَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ وَكَفَرْتُمْ بِهٖ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى مِثْلِهٖ فَاٰمَنَ وَاسْتَكْبَرْتُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ࣖ10⇧✓✼▶
Katakanlah, “Terangkanlah kepadaku, bagaimana pendapatmu jika sebenarnya (Al-Qur’an) ini datang dari Allah, dan kamu mengingkarinya, padahal ada seorang saksi dari Bani Israil yang mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) Al-Qur’an lalu dia beriman, kamu menyombongkan diri. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Imam as-Subki menolak dengan ayat ini kepada Abi Dam yang mengatakan bahwa tidak diperkenankan bagi saksi untuk bersaksi dengna mengatakan, “Saya bersaksi atas ikrarnya Zaid,” melainkan harus mengatakan, “Saya menyaksikan dia.” Imam as-Subki membantahnya seraya mengeluarkan statement bahwa persaksian semacam itu tidak masalah.
Apa yang dimaksud persaksian? Imam as-Suyuthi menjelaskan:
معنى الشهادة الإطلاع عليه ثم الإخبار عنه.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ15⇧✓✼▶
Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”
Ulama menjadikan dalil ayat ini bahwa biaya bidan yang menanggung adalah istri. Dari ayat ini pula, sayyidina Ali berijtihad bahwa minimal hamil ialah enam bulan. Ceritanya begini:
روى ابن أبي حاتم عن معمر بن عبد الله الجهني قال: تزوج رجل منا امرأة فولدت له لتمام ستة أشهر فانطلق إلى عثمان فأمر برجمها فقال له علي أما سمعت الله يقول: {وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا}
وقال: {وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ}
فكم تجده بقي إلا ستة أشهر فقال عثمان والله ما تفطنت لهذا، وروى عبد الزاق في المصنف عن أبي الأسود الدؤلي قال رفع إلى عمر امرأة ولدت لستة أشهر فسأل أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – فقال علي ألا ترى أن الله يقول: {وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا}
وقال: {وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ}
فكان الحمل هنا ستة أشهر فتركها عمر